“Akhirnya, ada juga di antara kita yang mau memulainya.” ujar Vicky bercanda sambil menyalami tangan sahabatnya, Ricky.
“Jangan salah bro, kan ini sudah tertulis dalam hidup kita sejak masih kelas 2 SMA duu. Jadi, siap-siaplah menyusul’ balasnya. Sontak tawa mereka membahana mengalahkan suara music dan riuhnya tamu malam itu.
*****
Kamis malam, ruang kelas II.1 yang biasanya mereka gunakan belajar pada siang harinya menjadi kamar mereka tidur. Berbantalkan lengan, berselimutkan sejuknya angin malam yang berhembus menembus pekat malam, masing-masing beralaskan 3 buah meja yang mereka rapatkan, berusaha memejamkan mata.
“Gimana 10 tahun kemudian yach?” Tanya Franky memecah bekunya malam
“Saat itu, Franky Junior sudah ada” jawab Vicky setengah malas bicara.
“Ha…ha…ha….” Gema tawa mereka memnuhi ruang kelas
“Kalo menurutku sich, Rikho Junior dulu” Ujar Syam
“Bisa jadi Vicky Junior dulu yang ada” tebak Junto
“Waaa….ndak bisa gtu dong. Kita harus mendahulukan yang lebih tua” Usul Vicky
“Hmm..sebagai ketua yang baik, saya siap menjadi pendamping anggotaku untuk melangkah pertama” lanjut Ricjy.
Mereka lau terdian, bergantian menatap satu dengan yang lainnya kecuali Ricky yang tampak keheranan.
“What? Is there something wrong?” tanyanya penasaran
“Wkwkwkwk….” Tawa mereka pecah melihat wajah Ricky yang tampak bodoh.
“Rick, yang lebih tua, bukan ketua. Jadi yang kami maksud tu ya mang kamu dulu” jelas Franky
“oleh juga tuch, dibuka oleh Ricky, disusul Junto, Vicky, Rikho, Franky, dan saya yang tutup. Gimana?” usul Syam
Malam itu terasa sangat singkat meski tak seorangpung di antara mereka yang benar-benar sepakat dengan urutan-urutan yang diutarakan Syam. Tapi, mereka semua sependapat dengan pembukaan harus oleh yang tertua dan kebetulan, Ricky, ketua kelompok merekalah yang tertua.
*****
Tahun demi tahun berlalu, Vicky, Syam, Junto, dan Franky makin sibuk dengan aktivitas kampus. Di antara mereka, hanya Franky yang beda almamater. Dia lebih memilih memperdalam pengetahuannya tentang computer dan jaringan. Vicky, Junto dan Syam kuliah di tempat yang sama tetapi beda Fakultas. Junto memilih Teknik elektronika, Syam mempermantap ilmu kimia dan Vicky bergelut dengan dunia bahasa. Sementara Ricky dan Rikho terpaksa nganggur lantaran keterbatasan biaya.
Kebiasaan mereka ngumpul tak lagi seintens dulu. Vicky menghabiskan hari-harinya di kampus. Sesekali, dia berkunjung ke kostannya Syam dan Junto yang tak jauh dari kampus mereka kuliah.
“Vick, tau ndak kabar terbaru tentan gRikho?” Tanya Junto
“Ndak, mang kekacauan apa lagi yang dia perbuat?”
“Dengar-dengar, bulan 12 nanti dia akan dinikahkan”
“Haaa… dinikahkan? Baunya ndak enak”
“Iya. Kabar beredar, dia membawa lari anak gadis orang”
“Kamu percaya kabar itu?
“Saya yakin Rikho ndak sebodoh itu tapi kabar ini sudah ndak bisa dinafikan lagi kebenrannya. Apala…”
“sebentar…” sela Vicky ucapan Junto yang ingin menjelaskan lalu ia menekan tombol dial menghubungi Rikho.
“Waalaikum salam,gimana kabarnya sob?”
“Alhamdulillah,… oya, saya dengar kabar yang tidak menyenangkan. Apa itu benar?”
Rikho lalu menjelaskan duduk permasalahannya. Vicky dan Junto hanya mendengarkan penjelasan Rikho melalui telepon yang Vicky loudspeaker.
Setelah cukup lama berbincang-bincang, merekapun tau duduk permasalahan yang sebenarnya. “Niat baik mang selalu mendapat ujian partner… yap, sampe ketemu besok. Wassalamualaikum wr. wb” lalu Vicky menutup teleponnya dan bergegas pulang
“Aku mau pulkam, mau ikut?” ajak Vicky
“Haaa…buat??? Tanya Junto setengah mengangah keheranan
“Buat ketemu Rikholah. Lagian mianggu ini ndak punya kerjaan”
“Ouw….saya titip salam aja buat dia. Semoga masalahnya cepat kelar”
“Kalo gtu aku cabut dulu. Wassalam”
Vicky kemudian mengendarai motor maticnya melaju menyusuri gang-gang menuju kampung halamannya.
*****
Kurang lebih jam 9 pagi Vicky tiba di rumah Rikho. Letaknya mang tak jauh dari rumahnya. Hanya perlu 20 menitan menggunakan sepeda motor. Setibanya di sana, Vicky hanya menemui Ricky yang terbujur kaku layaknya bangkai yang tak terurus. Dia kemudian membangunkannya dan memintanya segera bergegas merapikan tempat tidurnya tapi dia tampaks sangat tidak bersemangat. Ia hanya bangun sekedar memelekkan matanya yang sembab.
Sambil menikmati segelas teh yang dibawa Isna, adik bungsu Rikho, Vicky dengan cermat mendengarkan cerita dari awal hingga akhir. Tak terasa, segelas teh taklah cukup untuk menemaninya mendengarkan cerita itu. “Kasihan kau Rik” bisik Vicky dalam hatinya. Ia tak tega melihat sahabatnya mengering karena masalah yang memberlitnya.
“Thanks partner. Andekan keluarga juga bisa sepercaya dirimu” Rikho kemudian terdiam. Tersirat di balik matanya kesedihan yang teramat. Kebaikannya yang tak pernah menolak permintaan orang lain kini menjadi aib baginya dan keluarganya hingga tak satupun keluarganya yang menganggapnya ada. Hanya adik perempuannyalah yang selalu ada menemaninya berbagi duka. Ayah dan ibunya masih terpukul dengan masalah itu.
“Jadi, aku ini bukan keluargamu?” usaha Vicky menenangkan sahabatnya. Rikho hanya tersenyum tipis. Semangatnya yang dulu membara setiap mereka berkumpul kini telah hilang.
“Oooohh…ni toch kerjanya mahasiswa klo lagi liburan?” Kejut Ricky yang tiba-tiba muncul dari balik pintu dengan senyum khasnya.
“Kebetulan kau datang, jadi aku sudah bisa pulang”
“Kampret lho….” Candanya. Mereka bertiga lalu tertawa dengan riangnya melupakan semua masalah yang mereka hadapi. Cerita demi cerita mereka bagi. Tak terkecuali Ricky yang terlihat sedikit perubahan. Dia makin dewasa dibandingkan dua tahun lau.
“Oya, aku sekalian pamit. Besok aku berangkat ke Kalimantan”
“Kuliahmu?” Tanya Ricky
“Kubiarkan saja dulu”
“Apa ndak sebaiknya kamu selesaikan saja sekalian?”
“Nanti saja kalo aku sudah kerja setahun. Lagian, masih ada 2 tahun ko’ masa aktif status kemahasiswaanku ini”
“Jadi, kamu ambil cuti kuliah?” Tanya Rikho
“Nope, takutnya ntar bermasalah”
“Btw, thanks dah datang jauh-jauh hanya buat dengarkan saya curhat parner. Saya masih berpikir bukan saya yang akan membuka gerbang itu tapi orang yang ada di sampingmu itu” sambil menunjuk kea rah Ricky.
“Insya Allah, sebentar lagi gerbang itu aku buka jadi kalian harus ada saat gembok itu terlepas dari rantainya” tegas Ricky meminta kepada Vicky dan Rikho.
“Wait, jangan bilang kalo….”
“Jadi kamu blum tau Vick?” Tanya Rikho
“wkwkwkwk….” Tawa Vicky menggelegar mengangetkan seisi rumah
“Woi…woi….woi…. sadar, ini bukan hutan di mana kau bisa ketawa seenak perutmu!” tegur Ricky
Vicky tak henti-hentinya tertawa, Rikho kemudian ikut-ikutan tertawa dan jadilah Ricky bahan tertawaan mereka. “Si penjajal cinta akhirnya tersungkur juga. Wkwkwkwk…” ledek Vicky di tengah tawanya yang tak henti-hentinya. Rickypun akhirnya tertawa mendengar ledekan temannya. Mang dia tak bisa menyangkal, karena itulah julukannya setelah putus dengan Ana beberapa tahun silam. Tak terhitung jari perempuan yang telah ia perkenalkan kepada sahabat-sahabatnya. Bahkan keluarganyapun tahu beberapa di antaranya.
*****
To BE Continued>>>>
waah jadi bingung :/
BalasHapus@Ayu Pertiwi
BalasHapusSengaja...
benar bingung sob
BalasHapus